Rabu, 06 Oktober 2010

Keraton Pontianak "Yang Bersejarah..."


Kali ini saya ingin berbagi pengalaman tentang kunjungan saya ke Keraton Kadariah Pontianak. Letaknya tak jauh dari pusat kota Pontianak, hanya membutuhkan waktu kira-kira 15 menit. Untuk menuju lokasi ini, kita harus masuk dulu ke wilayah perkampungan Bugis Dalam.

Bangunan keraton yang tersusun dua lantai langsung tampak saat kita memasuki halaman keraton. Bangunannya semua terbuat dari kayu dan model bangunan adalah bangunan khas suku melayu yakni rumah panggung. Kondisi bangunan keraton terkesan kusam, dan cat bangunan sudah mulai luntur. Warna kuning mendominasi rumah ini, hal ini tampak pada sebagian besar furniture dan pelengkapnya di sini berwarna kuning. Berdasarkan informasi yang saya lihat di papan-papan informasi yang ada di dalam keraton ini, keraton ini dibangun oleh Sultan Syarif Al-Qadrie pada tahun 1771.

Berkunjung ke keraton ini serasa berkunjung ke museum dan belajar sejarah lagi, karena di dalam keraton ini dipajang benda-benda bersejarah antara lain meriam, foto-foto anggota, keluarga keramik hadiah dari negara lain, tempat tidur, mimbar, serta benda-benda bersejarah lainnya. Setiap benda-benda yang dipajang tersebut selalu dilengkapi dengan Interpretasinya sehingga banyak ilmu dan pengetahuan yang dapat kita dapat jika kita berkunjung ke tempat ini. Selain itu, dipajang pula informasi dan sejarah tentang Sultan Hamid II, yang merupakan keturunan dari Sultan Syarif Al-Qadrie yang merupakan pencipta lambang burung Garuda, maskot negara kita yang membuat saya mengingat-ingat kembali materi pelajaran sejarah pada saat sekolah dulu.

Ada satu barang yang dipajang di keraton yang membuat saya tertarik, yakni cermin seribu atau a thousand mirror. Dua cermin yang sama diletakkan berhadapan di ruang lobi keraton, jika kita bercermin, maka bayangan kita akan terpantulkan oleh cermin dibelakang kita sehingga akan nampak banyak bayangan. Inilah alsan mengapa cermin itu disebut cermin seribu. Berdasarkan informasi yang tertulis di bawahnya, cermin ini merupakan hadiah dari perancis sebagai hadiah untuk sang Sultan.

Ukuran keraton yang tidak terlalu besar, membuat saya membutuhkan kurang lebih 20 menit saja untuk mengelilingi keraton dan melahap semua informasi di dalamnya. Saat saya hendak meninggalkan keraton, ada seorang nenek menghampiri saya dan berkata “ Dek, nanti jangan lupa masukkan sumbangan untuk pengelolaan keraton ini ya di kotak itu“, sambil menunjuk sebuah kotak kuning di sudut ruangan.

Saya pun bertanya pada sang nenek, “ Iya Nek, ngomong-ngomong nenek siapa?”.

“Saya anggota keluarga sultan”, sambil tersenyum dan menunjuk foto dirinya di salah satu foto keluarga yang terpampang di keraton ini. Sungguh miris, batin saya mengetahui sang Keluarga Sultan yang dulu berjaya kini harus menjadi penjaga keraton dan juga meminta sumbangan untuk pengelolaan keraton. Andai saja pemerintah lebih peduli, maka tak perlu lagi sang keluarga istana itu harus berjuang sendiri mengelola asset sejarah ini yang juga menjadi identitas negara kita ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar